Halaman ini berisi panduan yang akan membantu Anda untuk memahami tata cara sebelum Anda mengajukan proposal.
Baca seluruh informasi terkait the 2022 Call for Proposal Yayasan Tifa dengan saksama
Unduh template proposal, budget, dan organizational assesment pada akhir halaman ini
Kirimkan seluruh dokumen pada poin nomor 2 ke email cfp@tifafoundation.id paling lambat 15 Juli 2022 pukul 23.59 WIB
Pada bagian subject email, wajib menggunakan format: subject code sesuai subtema [spasi] nama lembaga Anda. Contoh: CFP#1 Yayasan Tifa, jika memilih subtema ‘Pendalaman Demokrasi’; CFP#2 Yayasan Tifa, jika memilih subtema ‘Merawat Demokrasi’
Subject code WAJIB ditulis tanpa spasi harus identik sesuai contoh dan pilihan subtema. Perhatikan contoh. Yayasan Tifa tidak memberi toleransi kepada lembaga pengaju yang keliru menuliskan subject email sesuai ketentuan atau tidak mencantumkan subject code sesuai pilihan subtema
Kemunculan teknologi informasi dan komunikasi digital serta internet telah membawa perubahan mendasar bagi proses-proses demokrasi, termasuk dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Di samping potensinya untuk mengemansipasi demokrasi, teknologi digital juga dapat mendegradasi proses demokrasi melalui penggunaannya dalam menyebarkan informasi untuk menciptakan polarisasi, mengamplifikasi konflik, dan mendistorsi fakta dan pengetahuan publik. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi digital untuk menciptakan kekacauan informasi dan memanipulasi opini maupun emosi telah mewarnai perhelatan pemilu di Indonesia dari waktu ke waktu, dengan teknik yang semakin beragam dan dampak negatif yang semakin meresahkan. Pola yang sama juga ditemukan di negara-negara lain, termasuk negara tetangga Indonesia, Filipina, di mana strategi disinformasi dan penggunaan narasi-narasi untuk merevisi sejarah berkontribusi bagi terpilihnya Ferdinand Marcos Jr. sebagai Presiden Filipina yang ke-17.
Penyebaran informasi keliru atau pengaburan informasi, baik mengenai prosedur pemilu, kandidat yang berpartisipasi dalam pemilu, penyelenggara pemilu, maupun penyelenggaraan pemilu, tidak saja dapat mendeligitimasi proses pemilu dan merusak kredibilitas peserta pemilu. Hal ini juga dapat mengganggu penggunaan hak pilih warga negara Indonesia, baik karena intervensi terhadap kebebasan berpikir, berpendapat, dan berekspresi, maupun karena tidak terpenuhinya hak atas informasi yang benar. Akumulasi dari dampak-dampak ini dapat mengancam keberlangsungan demokrasi.
Mengantisipasi maraknya praktik pengaburan informasi dalam penyelenggaraan pemilu serentak di tahun 2024 dan pada pemilu-pemilu mendatang, Yayasan Tifa mengundang pengajuan proposal kegiatan yang bertujuan untuk menguatkan upaya-upaya kontra-disinformasi melalui pengembangan ekosistem informasi yang sehat dan penguatan kapasitas masyarakat sipil dalam menghadapi disinformasi. Menyadari pentingnya pendekatan multidimensional dalam menghadapi disinformasi, kegiatan yang diajukan dapat berupa advokasi, edukasi publik, penelitian, dan peningkatan kapasitas masyarakat sipil dan organisasi media.
Kegiatan yang dilakukan melalui dukungan pendanaan ini dapat mencakup (namun, tidak terbatas pada):
Transformasi demokrasi di Indonesia khususnya paska runtuhnya orde baru meskipun membawa banyak kemajuan, tetapi ada banyak indikasi yang menunjukkan kemunduran pada beberapa tahun terakhir. Mulai dari memburuknya kebebasan sipil, menguatnya sektarianisme dan intoleransi, upaya pembungkaman kritik maupun rendahnya partisipasi publik dalam perumusan kebijakan pembangunan. Fenomena shrinking civic spaces atau penyusutan ruang-ruang kebebasan sipil dan disusul potensi bangkitnya kekuatan otoritarian menjadi penanda kunci kemunduran demokrasi saat ini.
Pada 2024, Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan Umum secara serentak untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota legislatif baik di tingkat nasional maupun daerah. Belajar dari penyelenggaraan Pemilihan Umum yang dilakukan secara serentak pada 2019 yang lalu, menyisakan banyak hal yang perlu menjadi catatan termasuk tingginya jumlah petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dunia maupun sakit dan perlunya penataan ulang system pemilu serentak serta efisiensi manajemen penyelenggaraan Pemilu. Catatan lain yang tak kalah penting adalah meluasnya penggunaan ujaran dan hasutan kebencian (hate speech and hate spin) serta serangan yang ditujukan kepada kelompok minoritas baik etnis, gender, orientasi seksual, agama dan kepercayaan, dll. dengan motivasi politik. Hasutan dan ujaran kebencian sering digunakan oleh para politisi untuk memobilisasi pendukung untuk menyerang kelompok sasaran dengan tujuan meraih kemenangan dalam kontestasi politik. Proses pemilihan umum baik di tingkat pusat maupun di daerah, berpotensi melanggengkan perilaku penyalahgunaan kekuasaan dan konflik kepentingan khususnya dengan dominasi pebisnis di legislative. Salah satu sektor yang rawan terdampak adalah pengelolaan sumber daya alam.
Yayasan Tifa memiliki perhatian untuk memperkuat kehidupan berdemokrasi melalui upaya pengawalan penyelenggaraan pemilihan umum yang menghormati nilai-nilai keberagaman. Selain isu-isu di atas, strategi program yang akan diprioritaskan dalam call for proposal ini (namun tidak terbatas pada):
A. Organisasi yang Dapat Mengikuti Pengajuan Proposal:
Semua organisasi masyarakat sipil/nirlaba bisa mengajukan proposal ke Yayasan Tifa terkecuali pihak-pihak yang secara khusus dinyatakan TIDAK DAPAT menerima dana hibah dari Tifa, seperti perorangan/individu dan organisasi pemerintah
B. Program yang Dapat Diajukan:
Yayasan Tifa tertarik untuk mendanai proposal aktivitas yang diajukan dalam subtema tersebut dengan pertimbangan desain kegiatan yang yang bisa menunjukkan hasil keluaran dan dampak yang jelas dan terukur, fokus pada perubahan, ada inovasi baru, memiliki rencana kesinambungan yang jelas, dan memiliki potensi perluasan atau replikasi dan berkontribusi terhadap penguatan nilai kebhinekaan dan pendalaman demokrasi
C. Program yang Tidak Dibiayai:
Yayasan Tifa tidak akan mendanai proposal yang: (1) hanya ditujukan untuk membiayai perjalanan dan partisipasi individu dalam sebuah acara; (2) riset akademis yang tidak terkait atau berkontribusi langsung terhadap upaya advokasi; (3) diajukan oleh pemerintah daerah atau lembaga pemerintah pusat
D. Periode Program
Yayasan Tifa akan mendanai proposal aktivitas yang diajukan dengan durasi maksimal 12 (dua belas) bulan atau paling lambat berakhir pada Oktober 2023
E. Besaran Anggaran
Besar dana maksimal yang bisa diberikan oleh Yayasan Tifa adalah Rp 600.000.000 dalam periode program untuk setiap subtema