Sebagai sebuah inovasi pelindungan, Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) bagi Pekerja Migram Indonesia (PMI) memiliki tujuan baik, yaitu untuk memudahkan dan mendekatkan layanan pemerintah kepada PMI, serta memotong rantai perantara yang selama ini berpotensi menjerumuskan para pekerja ke dalam praktik-praktik eksploitatif dan perangkap migrasi utang.
Dengan memotret penyelenggaraan dan pemanfaatan tiga LTSA di Banyuwangi, Karawang, dan Lombok, Timur, buku yang disusun oleh Jaringan Buruh Migran dengan dukungan Yayasan Tifa ini mencoba menghasilkan data dan informasi yang bisa dijadikan basis evaluasi atas LTSA sebagai sebuah layanan publik. Evaluasi ini penting dilakukan karena pada praktiknya sejauh ini, kiprah LTSA masih jauh dari panggang.
Evaluasi yang dituangkan di dalam buku ini bertumpu pada kerangka hak asasi manusia yang memuat tiga pilar utama, meliputi penghormatan, pelindungan dan pemenuhan hak. Selain itu, adanya peran pihak swasta dalam roses penempatan PMI membuat aspek pemulihan menjadi pilar penting yang juga diperhatikan dalam evaluasi yang dilakukan. Aspek pemulihan ini menjadi penjamin bagi terselenggaranya praktik migrasi yang aman dan tersedianya saluran pengaduan bagi para pekerja migran.
Tidak kalah penting, aspek gender juga ditekankan dalam evaluasi yang diangkat oleh buku ini sebagai bentuk afirmasi terhadap perempuan pekerja migran. Hal ini dilakukan karena hingga kini belum ada perhatian yang signifikan terhadap aspek responsif gender dalam penyelenggaran LTSA.