Pilah-Pilih Komisioner untuk Komnas HAM yang Lebih Baik

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) kini tengah melakukan seleksi calon komisioner untuk masa jabatan tahun 2017 hingga tahun 2022. Pada Selasa pekan lalu (4/7), panitia seleksi menyatakan 28 dari 60 peserta lolos seleksi tahap tiga. Selanjutnya, ke-28 calon komisioner tersebut akan mengikuti tahapan tes psikologi yang akan dilaksanakan pada 17 dan 18 Juli 2017, serta wawancara terbuka pada 19–21 Juli 2017.

28 calon komisioner yang lolos seleksi tersebut memiliki latar belakang yang beragam. 14 Orang berasal dari organisasi masyarkat sipil, delapan orang merupakan pejabat negara, satu orang merupakan purnawirawan Tentara Republik Indonesia (TNI), empat orang merupakan peneliti atau akademisi, dan satu orang berprofesi sebagai advokat.

Pilah Pilih Komisioner Komnas HAM - Tifa Foundation

 

Berbeda dari Seleksi Periode Sebelumnya

Ada beberapa hal yang membedakan proses pilah-pilih komisioner Komnas HAM kali ini dengan periode sebelumnya. “Dalam proses pemilihan komisioner Komnas HAM kali ini, partisipasi masyarakat sipil lebih dalam dan luas. Misalnya ada tracking serius dan laporan evaluasi yang disampaikan ke media dan pansel (panitia seleksi). Proses pun lebih terbuka dan ada kanal bagi masyarakat untuk menyampaikan masukan via situs pansel,” ungkap Aktivis HAM dan Prodemokrasi dari Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) Zico Mulia.

Selain itu, sorotan publik dan media terhadap proses seleksi calon komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya yang tak seramai seleksi calon komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU). Salah satu penyebabnya adalah karena komisi yang berperan penting dalam memajukan HAM di Indonesia ini juga tengah menjadi perhatian masyarakat dan media karena penurunan kualitas kinerja dan berbagai masalah internal yang dihadapinya.

Sejumlah pihak menilai, sejak memasuki era reformasi kualitas kinerja Komnas HAM justru mengalami penurunan. Seperti dikutip dari Kompas.com, Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mengatakan, Komnas HAM gagal menuntaskan penyelidikan sejumlah kasus pelanggaran HAM seperti Peristiwa Paniai Berdarah pada tahun 2014, Peristiwa Wasior-Wamena, kasus vaksin palsu, dan kasus-kasus lainnya. “Sejumlah penanganan dan penyelidikan kasus pro justisia gagal,” ujar Asfinawati.

Tak hanya itu, kredibilitas Komnas HAM juga sedang diragukan. Ini terjadi karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberi status disclaimer (tidak memberi pendapat) atas hasil pemeriksaan keuangan dan administrasi Komnas HAM. Kondisi ini diperparah dengan munculnya dugaan korupsi oleh salah satu Komisioner Komnas HAM Dianto Bachriadi.

Sorotan publik terhadap lembaga ini kian besar sebab dalam beberapa tahun terakhir situasi dan kondisi HAM di Indonesia berada dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Salah satu jenis pelanggaran yang banyak terjadi adalah pelanggaran atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) akibat maraknya sikap intoleransi. Seperti disebutkan di dalam Laporan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) Komnas HAM, pada tahun 2016, Komnas menerima 97 pengaduan pelanggaran KBB, meningkat dari tahun 2015 yang berjumlah 87 pengaduan.

Melihat berbagai persoalan baik internal maupun eksternal itu, Direktur Eksekutif Tifa Foundation Darmawan Triwibowo mengatakan “kinerja Komnas yang buruk hanyalah puncak dari gunung es dari pengabaian negara terhadap penegakan HAM di Indonesia”.

Agar masalah-masalah itu tak kembali muncul di masa jabatan komisioner Komnas HAM periode 2017-2022 dan sebagai kontribusi awal masyarakat sipil dalam memperbaiki dan menguatkan Komnas HAM, serta mendukung peningkatan kualitas pemenuhan dan perlindungan HAM di Indonesia, atas dukungan Yayasan Tifa, Koalisi Selamatkan Komnas HAM juga melakukan penelusuran informasi, data, dan fakta mengenai rekam jejak setiap calon komisioner Komnas HAM.

Dari penelusuran tersebut, Koalisi Selamatkan Komnas HAM menemukan bahwa sejumlah calon komisioner Komnas HAM memiliki catatan buruk dalam hal kapasitas, integritas, kompetensi, dan independensi. Seperti dikutip dari Kompas.com, Direktur Pusat Bantuan Hukum Indonesia Totok Yulianto mengungkapkan, dari 60 calon komisioner, “hanya 19 calon yang memiliki kompetensi HAM sangat baik, 23 calon pemahaman yang cukup baik dan 5 calon masih mendalami isu-isu HAM”. Sisanya, lima calon menolak memberikan informasi dan tujuh calon lainnya tidak memberikan informasi secara lengkap.

Selain itu, dari segi independensi ditemukan ada 13 calon yang berafiliasi ke partai politik, 13 orang berafiliasi dengan industri/korporasi, dan 9 orang memiliki hubungan dengan organisasi atau kelompok radikal. Jika dilihat dari segi kapasitas, ada 11 orang yang memiliki masalah dalam hal kerjasama, 16 orang dalam hal komunikasi, 9 orang dalam hal pengambilan keputusan, 12 orang dalam hal kinerja, dan 12 orang bermasalah dalam menjalankan prinsip manajerial. Terakhir, dari segi integritas, Koalisi menemukan bahwa ada 5 orang terkait masalah korupsi/gratifikasi, 11 orang dalam hal kejujuran, 8 orang terkait kekerasan seksual, dan 14 orang bermasalah dalam isu keberagaman.

Rekam Jejak Calon Komisioner Komnas HAM - Tifa Foundation

Tentunya, banyak pihak berharap, calon yang nantinya terpilih menjadi komisioner Komnas HAM dapat mengembalikan marwah Komnas dan melakukan pengawasan, perlindungan, dan penegakan HAM di Indonesia dengan lebih baik. Sebab seperti diungkapkan Darmawan, “tidaklah mungkin membersihkan ruangan dengan sapu yang kotor”.

Oleh karena itu, Darmawan menambahkan, Yayasan Tifa akan terus mendukung kerja-kerja kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Koalisi Selamatkan Komnas HAM untuk memantau proses seleksi yang tengah berlangsung. Tifa juga menghimbau publik untuk terlibat aktif menuntut proses yang terbuka serta memberikan masukan kepada panitia seleksi.

“Sudah saatnya komitmen negara terhadap perlindungan dan penegakan HAM kembali dibangkitkan. Tanpa adanya Komnas HAM yang kredibel, upaya tersebut akan menapaki lebuh yang terjal,” tandasnya.