Pemerintah Indonesia Akan Konkretkan Implementasi Program Evaluasi Pembangunan Berbasis Masyarakat dengan Belajar dari Jepang

Pemerintah Indonesia menyambut baik hadirnya Program Review – Program Evaluasi Pembangunan Berbasis Masyarakat- yang diadopsi dari praktik baik yang sukses di jalankan di Jepang, dan  akan diimplementasikan di Indonesia. Program yang rencananya akan berjalan pada 2020-2021 ini  didukung penuh oleh Yayasan Tifa dan Japan Initiative dan diharapkan bisa mempercepat dan meningkatkan kualitas desa-desa yang capaian SDG’snya masih rendah, serta harus diadaptasi dengan memikiran konteks sosial dan budaya masyarakat di Indonesia.

Hal ini ditegaskan oleh DR. Ir. Slamet Soedarsono, MPP, QIA, CRMP, CGAP, Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan BAPPENAS (Badan Perencana Pembangunan Nasional) dalam kata sambutanya membuka Webinar:  “Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas Program Pembangunan Melalui Pendekatan Evaluasi Program Berbasis Masyarakat,” di Jakarta (6/4) yang digelar oleh Yayasan Tifa dan Japan Initiative

Hadir sebagai narasumber yang memberikan pidato kunci, Kono Taro, Menteri Urusan Administrasi Pemerintah Jepang; Direktur Yayasan Tifa, Sita Laksmi;  Kento Onaka, Program Manager Japan Initiative. Juga pemapar praktek terbaik Program Review, Walikota Tokugawa, Okada Yasuhiro.

Sementara Kono Taro, Menteri Urusan Administrasi Pemerintah Jepang menjelaskan, program ini pun tidak mudah dilakukan di Jepang. Memerlukan waktu hampir dua dekade untuk membuat segala perubahan, Program ini juga telah menunjukkan efektivitas pengalokasian dana pajak di Jepang benar-benar digunakan untuk kemaslahatan masyarakat yang membutuhkannya. 

“Sangat efektif buat kami, dalam artian proyek ini akan menunjukkan kepada wajib pajak kalau pajak yang dibayarkan memang digunakan untuk pembangunan. Bahkan masyarakat mengawasinya dengan ketat. Ketika ini kami tawarkan ke Indonesia, kami yakin juga bisa dijalankan,” jelasnya.

Sedangkan Soedarsono menjelaskan, Yayasan Tifa akan melakukan pilot project Program ini di desa-desa dan akan membantu Kementerian Desa dan juga Kementerian Dalam Negeri dalam mengejar target SDG’s (Sustainable Development Goals) untuk  pengembangan desa serta meningkatkan kesejahteraan penduduk desa. 

Soedarsono menjelaskan,  saat ini Kementerian Desa tengah mengejar goals SDG’s keempat tentang desa berpendidikan berkualitas yang belum bisa dicapai secara maksimal. Angka melek huruf masyarakat Indonesia di desa sudah 93,6 % namun masih lebih rendah dengan masyarakat di perkotaan yang sudah mencapai  97, 71% (2019). Indonesia juga ingin mencapai SDG’s keenam yaitu tentang Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi, yang saat ini capaiannya akses air layak minumnya hanya 81%. Goals SDGS ketujuh juga menjadi pekerjaan rumah pemerintah, yaitu tentang Desa berenergi bersih energi terbarukan. Masih ada 700 desa, dan 260,000 keluarga di Indonesia belum mendapatkan akses lisrtik tahun (data tahun 2019). 

“Selain itu kita perlu meningkat kapasitas aparatur desa kita.  Saat ini masih ada sekitar 800-an Kepala Desa, dan 870-an Sekretaris Desa di Indonesia pendidikannya hanya lulusan Sekolah Dasar atau sederajat. Jika kita ingin meningkatkan peran evaluasi kepada masyarakat maka perlu juga ditingkatkan kapasitas para aparatur desa ini,” jelasnya. 

Soedarsono menjelaskan, Pemerintah Indonesia sendiri sudah menyatakan komitmen untuk mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam setiap programnya.  Apalagi mereka  bersama 8 negara lainnya (Amerika, Afrika Selatan, Indonesia, Filipina, Meksiko, Norwegia, Inggris) membentuk Open Government Partnership (OGP), yang kemudian mereka konkretkan dengan membentuk Open Government Indonesia (OGI). Hal ini sejalan dengan prinsip program review yang mengedepankan nilai-nilai transparasi, partisipasi, inovasi dan akuntabiltas inkulisif dalam tata kelola pemerintah. 

Sebagai tambahan saran, Soedarsono juga meminta Yayasan Tifa dan Japan Initiative agar  dalam implementasi Program Review juga melibatkan stakeholder lebih luas sehingga keberlanjutan program bisa terjaga. 

“Ada beberapa poin penting menjadi acuan dalam evaluasi ini, yaitu perlu adanya media untuk diseminasi  informasi pelayanan publik di masyarakat. Tingkat partispasi masyarakat desa dalam pengambilan keputusan juga perlu ditingkatkan. Penyampaian hasil program juga harus dilakukan secara transparan. Mekanisme pemantauan masyarakat diupayakan untuk dilembagakan, sehingga kualitas desa bisa terlihat,” tandasnya.

Program Review dinilai berhasil di Jepang karena meningkatkan peran masyarakat dalam menentukan segala pembangunan di wilayah mereka sendiri. Bahkan meningkatkan kapasitas mereka dalam hal peduli mengawasi anggaran pajak yang telah mereka keluarkan untuk pembangunan di wilayahnya. Dalam program yang telah diusung sejak 2002 di Jepang ini telah terbukti menghemat anggaran pemerintah dari 160 miliar hingga 1,3 triliun yen. Bukan hanya itu saja, program ini juga telah  berhasil juga mengubah paradigma pelayan masyarakat dalam hal ini PNS (pegawasi negeri sipil), dan masyarakat sipil untuk saling bekerjasama, serta berkoloborasi sehingga membangun rasa saling “trust,” yang baik.

Bagikan artikel ini