Pendidikan dan pengetahuan sebagai paralegal tidak hanya membuka akses hukum terhadap warga akar rumput, tetapi juga meningkatkan daya tawar warga khususnya dalam mengubah situasi adat yang tertutup dan cenderung tidak demokratis menjadi lebih terbuka dan partisipatif.
Duka mendalam menggayungi hari-hari Aprilni setelah ibunda tercinta dipanggil yang Maha Kuasa di tahun 2011. Keinginan untuk memakamkan di tanah pusaka pun kandas akibat tanah pusaka yang di klaim sepihak oleh ninik makam pemangku dan lembaga adat.
Aprilni hanya ingin agar Ibu nya bisa berkumpul di tanah pusaka bersama dengan empat orang nenek nya yang juga dimakamkan di tanah yang sama. Ketika hendak memakamkan, Aprilni mendapati tanah peninggalan kakek nya tersebut di ambil oleh pihak yang tak lain adalah salah satu penggarap sawah milik nya.
“Awalnya tahun 1995, tanpa musyawarah niniak mamak dan kerapatan adat nagari (KAN) telah menandatangani sebuah ranji (bukti silsilah) keturunan dari Awaludin, cucu dari penggarap ladang kami, dengan memasukan nama dua orang nenek kaum saya yang telah mempunyai anak dan satu orang kakek kaum saya yang bernama Hj Hasan,” cerita Aprilni.
Tidak terima dengan klaim yang dianggapnya sebagai tindak pemalsuan ini, Aprilni melaporkan hal ini ke Kapolres Solok. Dengan berbekal bukti silsilah keluarga dan dokumen lainnya, kasus Aprilni pun disidangkan di Pengadilan Negeri Koto Baru, Solok.
Dalam masyarakat Minang, Mamak kapalo waris lah atau ahli waris lah yang seharusnya melakukan pembelaan. Namun karena Mamak Kapalo waris Aprilni sudah lanjut usia, Aprilni lah yang bergerak mewakili dan melanjutkan gugatan ke ranah hukum.
Disinilah Aprilni mulai mempelajari seluk beluk hukum. Putusan sidang PN Kuto Baru, Solok menyatakan pihak tergugat tidak bersalah dan sampai saat ini, Aprilni masih berupaya mengajukan peninjauan kembali terhadap kasus ini.
Meski belum berhasil mendapatkan kembali tanah pusaka keluarga nya, Aprilni memperoleh pengalaman dan pengetahuan yang berharga mengenai seluk beluk hukum. Sejak itu, Aprilni pun tergerak untuk memberikan bantuan kepada warga sekitarnya saat mereka harus berurusan dengan hukum.
Dengan tekad membantu sesama warga yang membutuhkan bantuan untuk menyelesaikan sengketa hukum, selama satu setengah tahun belakangan, Aprilni pun menjadi siswa sekolah paralegal yang diadakan oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang. Ia juga turut aktif dalam Pos P3KH (Pengaduan Pertama Penyelesaian Kasus Hukum) Batu Banyak, memberikan bantuan penyelesaian kasus hukum warga bersama dengan paralegal dari Limau Lunggo dan Batu Bajanjang.
Salah satu kasus yang pernah ditangani oleh Aprilni adalah kasus sengketa sawah antara warga. Pihak yang masih satu suku dengannya berusaha mengambil sawah Kasnimar dan melempari perempuan lanjut usia ini dengan tanah keras. Tindak pelemparan tersebut menyebabkan Kasnimar luka-luka. Kasnimar pun melaporkan tindakan ini kepada Kapolsek dimana ia divisum untuk mendapatkan bukti-bukti. Setelah tiga bulan berlalu, tidak ada penyelesaian terhadap laporan Kasnimar. Lelah menunggu, Kasnimar pun membuat pengadukan ke Pos P3KH Batu Banyak. Aprilni bersama dengan paralegal yang lain pun membantu agar kasus ini sampai ke Pengadilan Negeri Koto Baru.
Dipilih Sebagai Kepala Jorong
Melihat sepak terjangnya memberikan bantuan hukum bagi warga di nagari nya, perempuan berusia 52 tahun ini pun diminta oleh warga untuk mencalonkan diri sebagai Wali Nagari (setingkat Kepala Desa). Merasa belum sanggup, Aprilni pun kemudian diangkat menjadi Kepala Jorong (setingkat kepala dusun).
Selama menjadi Kepala Jorong, Aprilni menemukan banyak tantangan. Salah satunya adalah pengawasan terhadap kasus-kasus korupsi administrasi tingkat Jorong. “Mengawasi korupsi mulai dari hal-hal kecil seperti SPPD. Dana disiapkan untuk transportasi tandatangan SPPD ke kecamatan sebanyak 50 kali, padahal sebenarnya cukup dua kali perjalanan ke kecamatan. Karena ada kewajiban anggaran harus dihabiskan, akhirnya membuat SPPD sebanyak 50 buah perjalanan yang sekaligus ditandantangani. Itu sudah indikasi tidak baik,“ ujar Aprilni.
Sebagai Kepala Jorong yang juga pengurus Kelompok Tani serta paralegal aktif di daerahnya, Aprilni selalu berusaha menyisipkan pesan-pesan hukum kepada warga. “Saya berusaha menyampaikan pesan-pesan hukum, menyadarkan hak hukum warga,” tambahnya.
Ia pun menjadi tumpuan untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa diantara warga nya. Misalnya saat terjadi sengketa warga terhadap tanaman kelapa yang masuk ke area warga lainnya. Berdasar ilmu yang didapatkan nya dari sekolah paralegal LBH Padang, Aprilni pun menjelaskan bahwa hukum tanaman itu tegak lurus. “Apabila tanaman itu condong ke tanah orang lain dan menggangu orang lain, maka ada hak orang tersebut terhadap tanaman kita,” jelas Aprilni.
Bagi Aprilni, aktif menjadi paralegal adalah salah satu pemenuhan kewajiban nya sebagai warga dan umat beragama. “Menjadi paralegal adalah suatu pekerjaan sosial, terutama sekali kita dapat membantu diri sendiri dan masyarakat di sekitar kita. Upaya bantuan ini juga sebagai bekal akhirat karena kita hidup tidak di dunia ini saja,” tambahnya.
Salah satu keinginan nya adalah menghadirkan pelatihan penyadaran hukum di Nagari nya sebagai upaya awal pencegahan sengketa dan pelanggaran hukum di daerah nya.
“Di nagari saya, meski sudah Kepala Jorong, tetap sulit bagi saya mendorong wali nagari mengadakan pelatihan hukum. Pintu itu belum terbuka. Penegak hukum dan pemerintahan Nagari lebih suka warga tahu salah setelah duduk di kursi pesakitan, padahal harusnya mereka diberikan penyadaran hukum sebagia upaya mencegah. Namun alhamdulillah, setelah 2,5 tahun menjadi Jorong, perkara-perkara kecil sudah tidak ada yang masuk pengadilan. Bahkan Niniak Mamak yang sebelumnya ketat mulai berusaha untuk musyawarah sebelum ambil keputusan.”
Paralegal komunitas seperti Ibu Aprilni menunjukkan, pendidikan dan pengetahuan sebagai paralegal tidak hanya membuka akses hukum terhadap warga akar rumput, tetapi juga meningkatkan daya tawar warga khususnya paralegal dalam menghadapi situasi adat yang tertutup dan cenderung tidak demokratis. Perubahan sikap wali nagari dan niniak mamak di nagari Batu Banyak, Padang, adalah contoh nyata.
Yayasan TIFA bersama dengan mitra melakukan kerja-kerja pemberdayaan masyarakat untuk menegakkan dan memperluas akses bantuan hukum bagi masyarakat miskin dan akar rumput melalui pembentukan paralegal komunitas. Paralegal komunitas merupakan ujung tombak akses bantuan hukum oleh dan bagi komunitasnya.