Mewujudkan Keadilan: Meningkatkan Layanan Dasar Bagi Masyarakat di Daerah Industri Ekstraktif Melalui Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Pengembangan kapasitas pemerintahan daerah telah menjadi perhatian utama pemerintah pusat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Dalam konteks ini, Standar Pelayanan Minimal (SPM) memegang peran krusial dalam memastikan bahwa setiap warga negara menerima layanan dasar yang layak. Implementasi SPM yang efektif menjadi kunci bagi pemerintah daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di wilayah industri ekstraktif. Dengan adanya kerangka kerja yang jelas dan terpadu, diharapkan bahwa kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat marjinal, dapat terwujud secara merata dan berkelanjutan.

Memberikan otonomi yang lebih luas kepada kepala daerah diharapkan dapat mempercepat kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan dasar yang dilaksanakan secara bertanggung jawab. Dalam konteks ini, penting untuk mengimplementasikan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sebagai patokan dalam memastikan pelayanan yang merata dan adil. Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, SPM telah mengalami perubahan signifikan dalam jenis, kriteria, dan mekanisme penerapannya.

Penyelenggara pemerintahan daerah diwajibkan untuk memprioritaskan pelayanan dasar sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM). Peraturan ini menetapkan jenis pelayanan dasar yang harus dipenuhi tanpa ambigu dan didanai melalui Dana Alokasi Umum (DAU) berdasarkan capaian kinerja layanan daerah. DAU merupakan sumber anggaran utama dalam pemenuhan SPM sebagaimana diamanatkan pada pasal 130 Undang-undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Selain itu, Permendagri No. 59 Tahun 2021 menegaskan pentingnya pengumpulan data, perencanaan, dan pelaksanaan pemenuhan layanan dasar berdasarkan kebutuhan masyarakat.

Implementasi SPM bukan hanya sekadar tanggung jawab pemerintah daerah, tetapi juga merupakan upaya strategis untuk mengatasi isu-isu penting dalam pelayanan publik. Kabupaten Tuban di Jawa Timur dan Kabupaten Barito Utara di Kalimantan Tengah telah melangkah maju dengan menerapkan SPM sebagai bagian dari strategi Good Governance untuk meningkatkan kualitas layanan publik.

Dalam rangka mendukung implementasi SPM, sejak Agustus 2021-Agustus 2023, dengan dukungan dari Ford Foundation, Yayasan Tifa dan mitranya telah menginisiasi Program Pengelolaan Dana Bagi Hasil Sumber Daya Alam (DBH-SDA) untuk Pengembangan SPM dikedua kabupaten tersebut. Program ini bertujuan untuk memastikan penggunaan DBH-SDA secara efektif dalam memenuhi hak-hak dasar masyarakat marjinal melalui langkah-langkah strategis dalam mencapai SPM.

Dalam melaksanakan program tersebut, dilakukan pendampingan bagi Tim Penerapan SPM di kedua kabupaten tersebut untuk menyusun Rencana Aksi Penerapan SPM. Rencana aksi ini merupakan komitmen pemerintah daerah dalam memastikan program-program yang berkontribusi terhadap SPM tertuang dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah. Rencana Aksi tersebut juga memperlihatkan langkah-langkah konkret dalam mencapai SPM dan memberikan alat untuk pemantauan dan evaluasi yang efektif. Rencana aksi SPM ini akan diintegrasikan ke dalam dokumen perencanaan daerah baik jangka menengah maupun tahunan, sebagai salah satu strategi pemerintah daerah dalam meningkatkan layanan dasar di wilayah industri ekstraktif.

Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) telah menjadi instrumen penting bagi pemerintah daerah dalam memastikan bahwa layanan dasar yang merata dan berkualitas dapat dinikmati oleh setiap warga negara, termasuk mereka yang berada di wilayah industri ekstraktif. Melalui pendampingan Program DBH-SDA, Kabupaten Tuban dan Kabupaten Barito Utara sudah memiliki Rancangan Renaksi Penerapan SPM yang akan dijadikan sebagai regulasi daerah. Perkembangan ini telah menunjukkan komitmen pemerintah daerah di dua wilayah tersebut untuk memastikan akses pelayanan dasar yang adil dan merata bagi masyarakat marjinal.

Penggunaan DBH-SDA untuk pemenuhan SPM ini merupakan inovasi bagi daerah dalam upaya mensejahterakan masyarakat terutama di wilayah industri ekstraktif. DBH-SDA dapat dimanfaatkan sebagai salah satu sumber pendanaan pemenuhan SPM selain anggaran yang bersumber dari DAU. Selain itu, pemerintah daerah juga dapat melakukan reformulasi Alokasi Dana Desa (ADD) dengan menggunakan variable (nilai tambah) khususnya bagi desa yang menjadi lokasi beroperasinya industri ekstraktif. di mana DAU merupakan sumber anggaran utama dalam pemenuhan SPM sebagaimana diamanatkan pada pasal 130 Undang-undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Dengan adanya rencana aksi SPM yang terintegrasi ke dalam dokumen perencanaan daerah, diharapkan pemerintah daerah dapat terus meningkatkan kualitas layanan dasar secara berkelanjutan. Dengan demikian, kehadiran SPM bukan hanya sebagai kerangka kerja, tetapi juga merupakan cerminan komitmen pemerintah daerah dalam menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera dan berkeadilan di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah-daerah industri ekstraktif. [Afrizal & Dorta Pardede]

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *