Penulis: Lorensia Berlian, Project Officer HEAL dan Zico Mulia, Project Manager HEAL Yayasan Tifa
Penyunting: Brigita Rumung, Knowledge Management & Comms Officer, Yayasan Tifa
Sudah dua tahun Pandemi COVID-19 di Indonesia direspon dengan kebijakan perlindungan sosial dari pemerintah untuk kelompok miskin dan rentan, namun dalam pelaksanaannya masih belum dirasakan oleh semua masyarakat terdampak. Hal ini mengemuka saat sesi diskusi dalam sosialisasi terkait perlindungan sosial antara kelompok masyarakat dan pemangku kebijakan yang diselenggarakan oleh Yayasan Tifa dengan tema “Mewujudkan Akses Perlindungan Sosial yang Inklusif”. Sosialisasi ini terlaksana di 5 desa di Nusa Tenggara Barat (Pejanggik, Loang Maka, Gereneng, Jenggik Utara, dan Loloan) dan 5 desa di Jawa Timur (Orobulu, Gluranproso, Candi Pari, Wringin Anom, dan Jemundo) pada 17-30 Mei 2022.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari project HEAL (Promote Human Rights and Equality to Achieve Sustainability) yang bertujuan untuk mempromosikan HAM dan kesetaraan untuk mencapai keberlanjutan dalam konteks merespon pandemi ini. Sosialisasi terkait perlindungan sosial ini dimaksudkan untuk, (1) memberikan pemahaman kepada warga desa khususnya kelompok rentan mengenai berbagai program perlindungan sosial (mulai dari tingkat pusat, kabupaten dan desa), termasuk kriteria dan mekanisme distribusinya, (2) membuka ruang dialog antara Forum Desa Inklusif (wadah yang dibentuk bersama para pemangku kepentingan desa), kelompok rentan dengan pemerintah desa dan perwakilan dinas Kabupaten dalam membahas persoalan pemenuhan perlindungan sosial, (3) mempromosikan transparansi dan akuntabilitas program perlindungan sosial agar lebih inklusif dan (4) membangun pemahaman para pemangku kepentingan di desa mengenai perlunya afirmasi bagi kelompok rentan dalam mendapatkan perlindungan sosial.
Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian Yayasan Tifa pada Agustus 2021 tentang situasi pemenuhan HAM kelompok rentan di masa pandemi dengan temuan bahwa sebagian kelompok rentan di 10 desa tidak mendapatkan informasi tentang bantuan sosial dan bahkan tidak mendapatkan bantuan sosial. Selain itu pembedaan perlakuan muncul dalam bentuk akses informasi yang tidak mutakhir dan tidak validnya data turut memengaruhi dampak dari bantuan sosial yang diterima oleh masyarakat. Pada kesempatan tersebut Project Manager HEAL Yayasan Tifa, Zico Mulia, menyampaikan capaian program HEAL di tahun pertama dan rangkaian kegiatan HEAL di tahun kedua serta komitmen Yayasan Tifa dalam mendorong pemenuhan hak kelompok rentan.
Hadir pula para narasumber dari jajaran pemangku kebijakan. Dari Provinsi Nusa Tenggara Barat hadir Dinas Sosial, Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, dan Bappeda dari Kota Mataram, Kabupaten Lombok Timur, Kabupaten Lombok Utara, dan Kabupaten Lombok Tengah serta perwakilan pemerintah dari masing-masing desa. Sementara narasumber yang hadir dari Provinsi Jawa Timur antara lain, Dinas Sosial dari Kabupaten Sidoarjo, Gresik, dan Pasuruan serta pendamping Program Keluarga Harapan serta pemerintah dari masing-masing desa. Pada kesempatan tersebut, para pembicara dari Dinas Sosial menyampaikan mengenai program-program bantuan sosial yang bisa diakses oleh masyarakat miskin termasuk kelompok rentan seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Penerima Bantuan Iuran- Jaminan Kesehatan, Bantuan Pangan Non Tunai, Bantuan Langsung Tunai, Kartu Indonesia Pintar-Bidikmisi, Subdisi Listrik, dan Bantuan UMKM.
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa berkesempatan menyampaikan program desa inklusif yang menyasar kelompok rentan termasuk tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan bantuan sosial. Masalah-masalah yang mengemuka dalam forum seperti, (1) akurasi yang masih sangat rendah, (2) sasaran program yang berbeda-beda, (3) masalah pemutakhiran data yang terintegrasi, (4) akses dokumen yang terbatas, dan (5) penyaluran uang yang lambat serta tidak tepat sasaran. Adapun strategi yang dilakukan untuk mengatasi tantangan-tantangan tersebut antara lain, (1) pengumpulan sumber informasi awal untuk identifikasi warga miskin yang layak menerima bantuan dan pendataan warga, (2) pengumpulan sumber data pendukung penentuan calon penerima bantuan seperti data NIK, dan (3) pengumpulan instrumen pendukung verifikasi data penerima bantuan ganda, serta (4) mengambil peran sebagai media publik penerima bantuan dalam rangka transparansi dan akuntabilitas sosial.
Perwakilan dari Bappeda menyampaikan mengenai peran lembaga dalam fungsi perencanaan dan membuat kebijakan yang inklusif melalui program pemulihan daerah dalam bentuk perlindungan sosial. Di samping itu, pendamping PKH dari masing-masing desa di Jawa Timur menyampaikan mengenai komponen-komponen program PKH seperti komponen kesehatan yang terdiri dari ibu hamil, balita, dan anak usia dini, komponen pendidikan untuk anak sekolah dari SD hingga SMA, dan komponen kesejahteraan sosial yang ditujukan bagi lansia dan disabilitas berat. Sedangkan narasumber dari perwakilan pemerintah desa menjelaskan seputar program bantuan langsung tunai dana desa, mekanisme distribusi, pengaduan, serta tantangan-tantangan dalam pendistribusiannya. Diungkapkan bahwa lambatnya pendistribusian bantuan sosial acapkali terjadi karena adanya anomali data. Hal ini disebabkan oleh seringnya perpindahan domisili dari warga dan kuota yang belum cukup sehingga bantuan tidak bisa menyasar ke semua masyarakat. Di satu sisi, para peserta yang berasal dari kelompok rentan (perempuan, lansia, disabilitas, dan kelompok minoritas agama dan keyakinan) dan pihak pemerintah desa menyatakan mendapatkan manfaat pengetahuan mengenai bantuan-bantuan sosial dari pemerintah pusat dan daerah serta dana desa dari kegiatan ini, meski masih banyak tantangan yang terjadi di lapangan.
Sosialisasi ini dihadiri oleh 50 orang di masing-masing desa yang berasal dari warga desa khususnya dari kelompok rentan (perempuan, remaja/anak muda, lansia, disabilitas, dan kelompok minoritas agama/keyakinan), anggota Forum Desa Inklusif, dan aparatur pemerintahan desa setempat seperti kepala desa, BPD dan jajarannya. Program ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan project HEAL untuk tahun kedua. Project HEAL dilaksanakan atas kerja sama konsorsium Yayasan Tifa, Yayasan Save the Children Indonesia, dan Yayasan Bantuan Hukum Indonesia, dengan dukungan Uni Eropa.