Mengawal Program Perlindungan Sosial dari Desa

Penulis: Brigita Rumung, Knowledge Management & Comms Officer Yayasan Tifa
Penyunting: Zico Mulia, Program Officer for Human Rights Yayasan Tifa

Sebuah reportase dari pelatihan audit sosial bagi Forum Desa Inklusif di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat pada 29 Agustus-7 September 2022.

Forum Desa Inklusif, Tim Auditor di Desa 
Belum maksimalnya implementasi program perlindungan sosial (persos) di desa nyata ditemukan oleh Yayasan Tifa. Salah satu yang konkret adalah pendistribusian bantuan sosial kepada masyarakat. Hal ini terkuak melalui sosialisasi perlindungan sosial yang dilakukan Tifa di 10 desa di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat beberapa waktu silam. Temuan tersebut antara lain, akurasi data yang sangat rendah, sasaran program yang berbeda-beda, pemutakhiran data yang belum terintegrasi, serta masih banyaknya Keluarga Penerima Manfaat (KPM) yang belum menerima bantuan.

Belum lagi masih banyak kelompok rentan dan marjinal seperti lansia, orang dengan disabilitas, perempuan, dan anak-anak belum terpapar informasi seputar perlindungan sosial. Ketidaktahuan mereka berbuah pada absennya kepenuhan hak mereka atas jaminan sosial. Minimnya pengawalan dan pengawasan terkait program perlindungan sosial—tidak hanya bantuan sosial—membuat jaminan sosial masyarakat seakan tak berarah.

Oleh karena itu, Forum Desa Inklusif (FDI) yang telah dikukuhkan oleh Yayasan Tifa terus didorong menjadi kelompok terdepan dalam mengawal dan mengawasi implementasi pelbagai program perlindungan sosial di desa atau bisa disebut sebagai auditor di desa. FDI diharapkan mampu menjadi sarana dalam memfasilitasi kelompok rentan di desa dalam mengakses dan memenuhi hak mereka atas perlindungan sosial. Dalam menjalankan tugasnya sebagai auditor di desa, FDI akan bergerak dari hulu ke hilir. Mulai dari menjadi wadah yang menerima pengaduan dari masyarakat atas persoalan yang mereka alami terkait program persos, memberikan saran dan penanganan, hingga rujukan kepada pihak yang berwenang, salah satunya Dinas Sosial baik di tingkat kabupaten hingga provinsi.

FDI dipandang sebagai kelompok yang strategis menjalankan peran ini karena selain bagian dari masyarakat desa, FDI juga terdiri dari kelompok masyarakat beragam dan tidak hanya didominasi oleh laki-laki. Kaum muda, para ibu, dan kelompok disabilitas juga turut dalam kelompok yang akan mengawal program persos di desa ini. Namun, untuk bisa menjadi auditor desa yang andal, para anggota FDI perlu dibekali dengan seperangkat pengetahuan dan keterampilan; karena tidak hanya berhadapan dengan sesama warga, mereka juga akan berdinamika dengan pemangku kebijakan dari tingkat desa hingga provinsi.

Pelatihan Audit Sosial bagi Forum Desa Inklusif
Dalam pengertian paling sederhana, audit sosial berarti suatu proses pengawasan, pemeriksaan, dan penilaian secara berkala terkait pelaksanaan program dalam rangka mendorong efektivitas program. Beberapa prinsip dalam proses audit sosial yang perlu diperhatikan diantaranya, pertama, audit sosial merupakan suatu kebutuhan, bukan keterpaksaan atau keharusan. Kedua, berprinsip mencari kebenaran dan melakukan perbaikan, bukan untuk mencari kesalahan atau merusak tatanan. Ketiga, berbasis pada perencanaan, butuh persiapan matang yang berbasis data.

Pemahaman terkait audit sosial ini menjadi landasan untuk membangun pemahaman para pengurus FDI agar bisa mempersiapkan diri menjadi tim auditor di desa yang mumpuni. Beberapa materi lain yang didalami antara lain terkait advokasi sosial, manajemen kasus, serta tata cara, etika, dan proses pemantauan hingga pelaporan. Pada pelaksanaan pelatihan hari terakhir, para peserta berhasil membuat SOP Penanganan Awal dan dokumen mekanisme rujukan termasuk adanya format pelaporan terkait pengaduan dan permasalahan bantuan sosial di desa.

Selain menelurkan SOP dan dokumen yang akan membantu kerja FDI di lapangan, pelatihan ini juga diharapkan mampu memberi gambaran kerangka kerja dan panduan konkret bagi FDI dalam melakukan audit sosial dan pemantauan kelompok rentan. Menurut Program Officer for Human Rights Yayasan Tifa, Zico Mulia, pelatihan ini menjadi momen penting untuk meningkatkan kapasitas dan mendorong partisipasi warga desa dalam menjembatani kelompok rentan dan pemerintah lokal (desa dan kabupaten) dalam mengatasi persoalan program perlindungan sosial. Selain itu pelatihan ini merupakan proses mewujudkan keterbukaan di Indonesia dari desa.

Pelatihan yang berlangsung pada 29 Agustus-7 September 2022 ini dilakukan secara paralel di dua provinsi, Jawa timur dan NTB, yang diikuti oleh total 150 pengurus FDI dari 10 FDI di 10 desa dampingan Tifa di kedua provinsi. Usai pelatihan, para perwakilan pengurus FDI yang mengikuti pelatihan akan membagikan pengetahuan dan keterampilan mereka kepada sesama pengurus FDI di tiap desa. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *