Menagih Janji Perlindungan Kebebasan Beragama di Indonesia

Menagih Janji Kebebasan Beragama di Indonsia

Kerusuhan Tanjung Balai, Sumatera Utara, yang ditandai dengan pembakaran tempat ibadah kelompok agama minoritas menambah rentetan panjang catatan masalah dalam toleransi antar umat beragama dan penghormatan terhadap hak-hak kelompok minoritas di Indonesia. Kekerasan serta diskriminasi yang berulang kali dialami oleh kelompok Ahmadiyah dan Syiah di beberapa wilayah Indonesia menunjukkan bahwa negara belum mampu menunaikan tugasnya untuk memberikan rasa aman kepada seluruh warga dalam mengkpresikan kepercayannya.

Dari data yang beredar, deretan pelanggaran beragama dan berekspresi semakin marak terjadi dalam dua tahun terakhir. Laporan sementara Wahid Institute menyebutkan, sepanjang tahun 2015 ada 84 kasus pelanggaran kebebasan beragama yang ditangkap oleh media. Sebagian besar kasus ini melibatkan pelarangan beribadah dan pelabelan sebagai kelompok sesat yang berujung pada perampasan hak publik dan ekonomi. Dari 147 kasus tercatat, 20 persen pelanggaran justru dilakukan oleh negara.  Padahal, konstitusi telah menegaskan bahwa hak beragama termasuk hak­hak yang tidak bisa dibatasi dalam keadaan apapun. Pasal 4 Undang­Undang No.39 Tahun 1999 tentang HAM juga menyebutkan beberapa hak yang tidak bisa dibatasi termasuk hak beragama, hak kebebasan pribadi  serta hak persamaan di hadapan hukum.

“Negara belum berfungsi efektif menjalankan tugas pemenuhan hak-hak warga negara. Perlu dipikirkan langkah bersama untuk mengatasi persoalan ini.” ungkap Direktur Eksekutif TIFA, Darmawan Triwibowo dalam forum diskusi ketimpangan praktik demokrasi yang diselenggarakan Maret 2016 lalu di Jakarta bersama Aliansi Jurnalis Indonesia.

Banyak diantara warga minoritas beragama yang kehilangan hak ekonomi dan penghidupannya karena terpaksa mengungsi. “Kegagalan negara untuk hadir sebagai pelindung di persoalan ini seharusnya disertai kompensasi, baik ekonomi maupun non-ekonomi, bagi mereka yang kehilangan hak nya,” lanjut Darmawan.

Di sisi lain TIFA melihat, pemberitaan media dan informasi di media sosial acapkali justru memicu konflik dan kekerasan yang tidak perlu terjadi. Tidak sedikit jurnalis dan media massa masih gagap, menghindar atau malah memberitakan isu keragaman yang cenderung bias, menyudutkan kalangan warga tertentu, serta meluaskan provokasi dan menyebarkan hate speech.  Oleh karena itu, TIFA bekerjasama dengan beberapa mitra mendorong agar paham keberagaman dan toleransi bisa semakin meluas lewat pembangunan paham keberagaman.

SEJUK (Serikat Jurnalis Untuk Keberagaman) adalah salah satu mitra Tifa yang aktif melakukan penguatan wacana keberagaman melalui kegiatan pelatihan jurnalistik keberagaman bagi jurnalis media umum dan pers kampus, pelaksanaan diskusi dengan isu keberagaman, penerbitan buku, serta program penghargaan untuk jurnalis pro-keberagaman serta fellowship.

“Pers Indonesia harus didorong untuk menjalankan fungsi watchdog dengan terus-menerus mengingatkan dan menuntut negara agar lebih menghormati, melindungi dan memenuhi hak-hak segenap warga negara untuk bebas beragama dan berkeyakinan secara imparsial,” ujar Tantowi Anwari, Manager Program SEJUK.  Oktober 2016 ini, SEJUK akan mulai aktif melakukan kampanye media agar publik mengambil perhatian terhadap UPR (Universal Periodic Review) Hak Asasi Manusia yang dilakukan empat tahun sekali. Pemerintah Indonesia didorong untuk lebih mematuhi mekanisme HAM pada konteks kebebasan beragama dan berkeyakinan (ICCPR) Internasional yang telah diratifikasi Pemerintah Indonesia.

P[rev_slider alias=”slider-home”]emerintah saat ini telah menjanjikan untuk menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Tiba saat menagih janji ini. Jangan sampai daftar pelanggaran beragama dan kekerasan yang disebut diatas menjadi daftar abadi di Indonesia.


Yayasan TIFA bekerja untuk mempromosikan masyarakat terbuka yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesetaraan, keadilan, kebinekaan dan keterbukaan. Bersama dengan mitra, Yayasan TIFA melakukan upaya-upaya perlindungan kebebasan beragama dan berekspresi sesuai dengan mandat konstitusi negara Indonesia