Memperkuat Lembaga Ekonomi Desa, Meningkatkan Partisipasi Kelompok Terpinggirkan dalam Tata Kelola Ekonomi

Undang-Undang Nomor  6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa) dijangkakan mampu mendorong pembangunan yang lebih partisipatif dan menciptakan sistem ekonomi-politik yang lebih demokratis di tingkat lokal. Namun, hingga kini, harapan itu masih belum terwujud sebab partisipasi dan kontrol masyarakat miskin dan kelompok rentan dalam proses pembangunan dan tata kelola ekonomi desa masih rendah. Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah berpendapat, rendahnya keterlibatan masyarakat miskin dan rentan yang berpengaruh pada mandeknya upaya pemerataan pembangunan di desa turut dipicu oleh lemahnya kapasitas dan tata kelola lembaga ekonomi di desa. Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) sebagai lembaga ekonomi resmi desa gagal mewadahi aspirasi dan melibatkan kelompok miskin dan rentan dalam kegiatannya. Sedangkan lembaga ekonomi lokal lain yang menjadi bagian dari masyarakat miskin dan rentan seperti lumbung pangan dan koperasi tak mendapat ruang yang cukup dalam tata rencana pembangunan desa. “Padahal lembaga ekonomi lokal ini bisa menjadi saluran bagi tersampaikannya aspirasi masyarakat miskin dan rentan dan memastikan terpenuhinya kebutuhan mereka dalam pembangunan desa,” kata Said.

Pelatihan budi daya teh untuk para anggota koperasi teh di Desa Paninggara, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah. (Foto: KRKP)

Melihat kondisi itu, Yayasan Tifa menilai, penting untuk menciptakan tata kelola lembaga ekonomi desa yang demokratis, di mana masyarakat miskin dan kelompok rentan dapat ambil peran dalam pembangunan desa. Sudaryanto, Program Officer Yayasan Tifa untuk Bidang Pengembangan dan Tata Kelola Ekonomi, menjelaskan bahwa tata kelola lembaga ekonomi yang demokratis akan mampu mengakomodasi semua kepentingan masyarakat, termasuk masyarakat miskin dan kelompok rentan. “Ini juga akan berkontribusi terhadap upaya pengurangan ketimpangan sosial-ekonomi yang terjadi di perdesaan sehingga sumber-sumber penghidupan tidak hanya dikuasai oleh kelompok menengah ke atas saja,” terangnya.

Sebagai upaya mewujudkan hal itu, Yayasan Tifa pun memberikan dukungan kepada kerja KRKP untuk memperkuat tata kelola kelembagaan ekonomi desa seperti lumbung pangan di Desa Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, koperasi teh di Desa Paninggaran, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, dan BUM Desa di Desa Sempu, Kabupaten Kediri, Jawa Timur sehingga mampu menjawab kebutuhan kelompok miskin dan rentan sekaligus menjadi medium memperkuat keterlibatan kelompok ini dalam setiap pengambilan keputusan, pengelolaan usaha ekonomi, dan distribusi manfaat. “Tifa berharap, akan ada banyak pembelajaran dari upaya pengembangan berbagai institusi ekonomi lokal yang dikembangkan KRKP melalui program ini,” ucap Anto.

Memperkuat kelembagaan ekonomi desa

Atas dukungan Yayasan Tifa, KRKP berupaya meningkatkan partisipasi kelompok terpinggirkan dalam proses perencanaan desa melalui lembaga ekonomi lokal dan mendorong peningkatan nilai kemanfaatan lembaga tersebut bagi kelompok miskin dan terpinggirkan di tiga desa di tiga provinsi. Di setiap desa, KRKP memperkuat tata kelola lembaga ekonomi yang berbeda sesuai dengan kondisi lokal setiap desa. “Setiap desa memiliki kondisi lokal yang berbeda dan mereka berwenang untuk menemukan bentuk dan model pembangunannya sendiri,” kata Said. Melalui kerja-kerjanya ini, Said berharap, KRKP dapat membuktikan bahwa lembaga ekonomi lokal selain BUM Desa juga bisa berperan dalam pembangunan ekonomi dan menghilangkan jurang kesenajangan di desa.

KRKP melakukan upaya penguatan lembaga ekonomi desa salah satunya di Desa Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Di desa itu, KRKP memilih memperkuat lumbung pangan desa. Said menceritakan, lumbung pangan itu sudah ada sejak lama namun dalam beberapa tahun terakhir tak lagi aktif berkegiatan.  KRKP pun memulai proses penguatan lumbung pangan desa dari nol dengan mendorong masyarakat untuk memilih pengurus lumbung. “Karena masih awal, setelah pengurus terpilih, KRKP menyarankan agar mereka memfokuskan aktivitas ekonomi lumbung di satu dusun di tahun pertama. Target tersebut terlampaui dan bahkan lumbung mampu memperluas aktivitas ekonominya di empat dusun lain di desa,” cerita Said.

Pelatihan membuat pakan ternak diselenggarakan oleh Lumbung Pangan Desa Cicantayan. Ini merupakan salah satu kegiatan untuk meningkatkan kapasitas para anggota lumbung. (Foto: KRKP)

Setelah aktivitas dan manfaat lumbung sudah dirasakan oleh sebagian besar masyarakat desa, KRKP mendorong para pengurus lumbung untuk mulai terlibat dalam perencanaan desa secara keseluruhan. KRKP juga mengajak Pemerintah Desa Cicantayan untuk memberikan dukungan kepada lumbung pangan desa. Upaya KRKP telah membuahkan hasil – partisipasi kelompok perempuan meningkat, pemerintah desa mengakui eksistensi lumbung pangan desa sebagai salah satu lembaga ekonomi desa dan kerja sama antara lumbung pangan desa dan BUM Desa terbangun.

Said menjelaskan, sebelumnya, kelompok perempuan di Desa Cicantayan tak pernah dilibatkan di dalam proses perencanaan desa. “Karakteristik patrilinear menyebabkan perempuan tidak cukup dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan atau dalam forum publik. Kedua, ruang ekspresinya terbatas,”ucapnya.

Merespon situasi itu, KRKP mendorong kelompok perempuan yang menjadi anggota lumbung pangan desa untuk mulai terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa. KRKP melakukannya perlahan. Mula-mula, KRKP mengajak mereka untuk rutin hadir dalam pertemuan dan diskusi tematik khusus perempuan yang membahas kondisi desa. Di dalam pertemuan itu, KRKP mendorong perempuan anggota lumbung pangan untuk menyampaikan pendapat dan usulan mengenai upaya pengembangan kemanfaatan ekonomi lembaganya. Berbagai pendapat yang disampaikan pada pertemuan-pertemuan itu dicatat dan kemudian disampaikan oleh pengurus lumbung pangan kepada pemerintah saat pertemuan perencanaan pembangunan desa.

“Sekarang, para ibu mulai terlibat langsung di dalam forum perencanaan desa, mereka bisa langsung menyampaikan pendapatnya. Ide mereka banyak yang disetujui oleh pemerintah desa, termasuk usulan pemberian dukungan kepada kelompok ibu pengolah keripik pisang dan singkong, yang terdiri dari perempuan anggota lumbung,” cerita Said.

Selain itu, KRKP juga mendorong pemerintah desa untuk mulai melirik potensi dan manfaat lumbung pangan bagi perekonomian desa dan mulai melibatkan mereka dalam perencanaan pembangunan. KRKP menekankan kepada pemerintah Desa Cicantayan bahwa seluruh unsur masyarakat yang ada di desa berhak untuk terlibat dalam proses perencanaan pembangunan desa, seperti diamanatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 114 Tahun 2014 Tentang Pedoman Pembangunan Desa pasal 15 ayat 3. Mengetahui itu, Pemerintah Desa Cicantayan setuju, dengan catatan pengurus lumbung pangan tak boleh datang ke musyawarah perencanaan pembangunan desa dengan “tangan kosong” – para pengurus lumbung harus ikut menyumbang ide.

Tantangan itu dijawab tanpa ragu oleh para pengurus. Dalam kegiatan-kegiatan musyawarah desa, mereka banyak memberikan usulan khususnya terkait pemberdayaan ekonomi masyarakat.

Berkat upaya KRKP dan kegigihan para pengurus lumbung pangan dalam membuktikan keseriusan mereka membangun lumbung pangan dan memajukan perekonomian desa, pada Desember 2017, Pemerintah Desa Cicantayan pun menerbitkan surat keputusan (SK) sebagai bentuk pengakuan lumbung pangan sebagai salah satu organisasi ekonomi di desa. “Pengakuan ini semakin membuka ruang kepada lumbung pangan untuk terlibat dalam kegiatan-kegiatan musyawarah di desa. Ini juga memuluskan jalan mereka dalam meloloskan usulan-usulan pemberdayaan masyarakat dalam musyawarah desa,” tutur Said.

Upaya KRKP memperkuat lumbung pangan Desa Cicantayan tak berhenti sampai di situ. KRKP juga mengajak BUM Desa Cicantayan menjalin kerja sama dengan lumbung pangan melalui pemberian dana atau investasi lain. Said menuturkan, saat ini, setidaknya sudah ada dua kerja sama yang terwujud antara BUM Desa dan Lumbung Pangan Desa Cicantayan. Pertama, BUM Desa telah menyerahkan wewenang kepada lumbung pangan untuk mengelola lahan pertanian di desa. Kedua, BUM Desa juga telah sepakat untuk menyuntikkan dana kepada lumbung pangan untuk kebutuhan pengelolaan lahan tersebut.

Meski perubahan positif sudah bermunculan, kerja KRKP untuk memperkuat lembaga ekonomi di desa masih akan berlanjut. KRKP akan mendorong penguatan kebijakan mengenai tata kelola lembaga ekonomi desa di tingkat kabupaten. Tak berhenti di situ, KRKP juga berencana memperkenalkan model penguatan tata kelola lembaga ekonomi lokal yang mampu meningkatkan keterwakilan masyarakat miskin dan terpinggirkan kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT). Dengan begitu, KRKP berharap, Kemendes PDTT dapat turut mendorong pemerintah kabupaten untuk menerbitkan kebijakan-kebijakan yang dapat memperkuat tata kelola lembaga ekonomi di desa.

Bagikan artikel ini