Masyarakat Terbuka dan Musuh-musuhnya
Tifa Senafas dengan Transparansi dan Akuntabilitas
Judul artikel ini sesungguhnya merupakan judul buku karya Karl Popper (1950) dan diterjemakan oleh Uzair Fauzan (2002). Popper, filsuf dari Austria ini digadang-gadang sebagai filsuf terbesar abad 20 di bidang filsafat ilmu. Salah satu buah pikirnya terkait demokrasi adalah konsep masyarakat terbuka (open society). “Masyarakat Terbuka dan Musuh-musuhnya” selain sebagai judul buku, ini juga merupakan judul salah satu bab. Pada bab ini Popper tidak memberi gambaran jelas tentang musuh-musuh yang ia maksud. Tulisannya lebih banyak menganalisis dan mengkritisi pemikiran Plato (selain Hegel dan Marx di bab lainnya) tentang kebahagiaan sejati, kelas, dan keadilan.
Namun dapat ditangkap musuh-musuh yang dimaksud Popper adalah eksklusivitas (dalam konteks zaman itu masyarakat tribal) dan anti-demokrasi. Sejalan dengan Popper, selama 22 tahun berdiri Yayasan Tifa mengamini inklusivitas dan menjunjung tinggi nilai demokrasi adalah hal yang inheren dengan perwujudan keterbukaan di Indonesia. Turunan dari keduanya yang selama ini menjadi pedoman Tifa dalam menjalankan program dan organisasi adalah prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan akuntabilitas sebagai perihal bertanggung jawab; keadaan dapat dimintai pertanggungjawaban. Sedangkan transparasi dapat dimaknai sebagai suatu kondisi tidak ada maksud tersembunyi serta ada ketersediaan informasi yang padu. Jika ditelisik melalui program Tifa 2 tahun ini, Program HEAL yang dilaksanakan di Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat serta Program Review yang dijalankan di Yogyakarta adalah contoh upaya Tifa mewujudkan transparansi dan akuntabilitas dari kelompok masyarakat hingga unit pemerintahan dari desa hingga level pusat.
“Kami mendukung upaya Tifa dalam melakukan advokasi pemenuhan hak kelompok rentan melalui program HEAL. Ini menjadi salah satu jalan kami untuk terus memaksimalkan pemenuhan perlindungan sosial bagi masyarakat secara lebih efektif dan transparan,” ungkap Kadinsos Kabupaten Pasuruan, Oktober 2022.
Transparansi dan Akuntabilitas Organisasi
Sejak awal berdiri, prinsip transparansi dan akuntabilitas menjadi nafas dari organisasi yang berdiri pada Desember 2000 ini. Hal ini merupakan prinsip Tifa secara kelembagaan. Tata kelola organisasi dikembangkan dengan memperkuat check and balance serta berjalannya pengawasan secara regular baik di bagian program juga keuangan. Bahkan sejak bergabungnya Shita Laksmi pada akhir 2019, prinsip ini semakin diperkuat secara kelembagaan.
Shita Laksmi, Direktur Eksekutif Yayasan Tifa sejak November 2019–Desember 2022 adalah individu yang sudah bekerja di ranah transparansi dan akuntabilitas sejak 2011. Proses kerja Tifa baik internal maupun eksternal dibuat lebih terbuka dan partisipatif. Selain mendorong implementasi lebih terstruktur terkait transparansi dan akuntabilitas, beliau juga memperkenalkan salah satu salah satu pendekatan Tifa yang baru yaitu constructive engagement (pelibatan secara konstruktif) dengan multipihak termasuk pemerintah Indonesia. Banyak program Tifa sejak 2020 yang dilakukan bekerjasama dengan pemerintah Indonesia dan dilaporkan secara terbuka melalui rangkaian produk komunikasi Tifa. Kolaborasi ini dipandang penting karena persoalan yang dihadapi makin kompleks dan perlu kerjasama yang strategis dengan pemerintah. Pada akhirnya, semua ini dimaksudkan untuk memastikan terwujudnya masyarakat yang terbuka.
Di samping itu, dalam menjalankan peran sebagai pengelola dana hibah, mekanisme antara Tifa sebagai pengelola dana kepada organisasi masyarakat sipil penerima dana dilakukan melalui seleksi terbuka Call for Proposal. Hal ini sudah berjalan bersama lebih dari 700 mitra yang tersebar di seluruh Indonesia. Proses pemilihan organisasi yang lolos pun dilakukan melalui serangkaian seleksi yang melibatkan external expert reviewer dan penilaian independen dari dewan pengurus Yayasan.
Selain melibatkan external reviewer dalam seleksi, Tifa juga melibatkan external auditor pada setiap proses audit laporan keuangan lembaga—termasuk dalam mekanisme dana hibah—yang dilakukan setiap tahun.
“In our opinion, the accompanying financial statements present fairly, in all material respect, the financial position of Yayasan Tifa as of this period and its financial performance and its cash flow for the year then ended, in accordance with the Indonesian Financial Accounting Standard” (Diambil dan diolah dari Laporan Auditor 2022).
Opini yang wajar tanpa pengecualian ini selalu Yayasan Tifa peroleh tiap tahunnya dan menjadi pecutan bagi lembaga untuk terus mempertahankan bahkan terus menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Laporan auditor ini serangkai dengan laporan tahunan kelembagaan yang setiap tahunnya juga diproduksi serta didiseminasikan kepada publik.
Laporan tahunan yang kami unggah setiap tahunnya melalui laman tifafoundation.id ini menjadi salah satu luaran konkrit Tifa menjalankan apa yang dimaksud dengan transparansi dan akuntabilitas organisasi terhadap donor, pemerintah, organasasi mitra, terutama kepada masyarakat.
Jika bagi Popper musuh masyarakat terbuka adalah eksklusivitas dan anti-demokrasi, bagi Tifa, musuh masyarakat terbuka adalah tidak berhasil manjalankan apa yang menjadi nafas Tifa: prinsip transparansi dan akuntabilitas.
***