Ketimpangan Ekonomi di Indonesia Meningkat, Apa Dampaknya?

Foto: Dok. Tempo
Foto: Dok. Tempo

 

Hasil survei Bank Dunia mengenai persepsi distribusi kesejahteraan di Indonesia menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia meningkat hampir dua kali lipat dalam kurun waktu empat belas tahun. PDB Indonesia mencapai Rp. 230 milyar di tahun 2000 kemudian terus meningkat meningkat menjadi Rp. 470 milyar di tahun 2014.

Namun, kondisi tersebut ternyata tidak serta merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia di berbagai lapisan. Berbagai penelitian justru menunujukkan kondisi sebaliknya.

Melalui surveinya yang dilakukan pada tahun 2014, Bank Dunia membagi masyarakat ke dalam lima kelompok berdasarkan tingkat kesejahteraannya. Setiap kelompok lalu diberikan pertanyaan terkait keinginan dan persepsi mereka terhadap distribusi kesejahteraan di Indonesia.

Hasi survei menyatakan bahwa responden mempersepsikan distribusi kesejahteraan yang timpang di Indonesia dimana 40 persen “kue” ekonomi dikuasai oleh kelompok paling sejahtera. Jumlah ini setara dengan “porsi kue” tiga kelompok paling miskin digabung jadi satu.

Bagaimana realitasnya?

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, SETENGAH dari kekayaan yang ada di Indonesia berada pada kelompok masyarakat yang paling sejahtera. Ini berarti kesejahteraan kelompok tersebut setara dengan kesejahteraan empat kelompok lainnya digabung jadi satu. Artinya, ketimpangan ekonomi yang tinggi terjadi di Indonesia.

Laporan dari IMF pada Mei 2016 juga menyatakan bahwa Indonesia, bersama dengan Filipina dan Malaysia, termasuk ke dalam negara-negara di Asia dengan tingkat ketimpangan ekonomi yang terus meningkat. Meski demikian, data BPS bulan Agustus 2016 menunjukkan, indeks koefisien gini Indonesia mengalami fluktuasi. Data tahun 2011 hingga 2014 menunjukan koefisien gini Indonesia konstan di ratio 0.41, kemudian menurun ke 0.40 pada tahun 2015, dan 0.39 pada tahun 2016. Koefisien Gini ditandai dengan kisaran 0 sampai 1. Semakin mendekati angka 1, semakin tidak merata distribusi kesejahteraan.

 

2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Kemiskinan relatif
(% dari populasi)
16.6 15.4 14.2 13.3 12.5 11.7 11.5 11.0 11.2 10.9¹
Kemiskinan absolut
(dalam juta)
  37   35   33   31   30   29   29   28   29   28¹
Koefisien Gini 0.35 0.35 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41 0.41 0.40 0.39¹

Sumber: Indonesia Investment

 

Lalu apa dampak dari ketimpangan ekonomi tersebut? Presiden Open Society Foundation (OSF) Chris Stone menyatakan, dampak paling besar dari ketimpangan terjadi jika jurang kesenjangan di masyarakat terus melebar. Memang, di berbagai masyarakat di berbagai belahan dunia, keseimbangan dan pemerataan absolut hampir tidak pernah ada. Akan tetapi, ketika ketimpangan dan kesenjangan yang ada semakin luas, hal ini dapat memicu perasaan frustasi dan ketidakadilan di masyarakat.

Sebagian masyarakat akan berpendapat bahwa masyarakat lainnya yang lebih beruntung hanya berupaya untuk mendapat lebih untuk diri mereka, tanpa mengajak serta sebagian masyarakat lainnya yang kurang beruntung. Mereka juga akan beranggapan bahwa kesejahteraan hanya milik masyarakat tertentu yang memiliki sumber daya lebih. Kondisi demikian rentan memicu konflik.

Hal ini hanyalah sebagian dari isu terkini yang sedang dihadapi masyarakat di Indonesia. Apa saja isu lainnya? Saksikan dalam wawancara lengkap bersama Presiden OSF Chris Stone untuk mengetahui dampak lain yang ditimbulkan ketimpangan ekonomi dan isu lainnya yang terjadi di Indonesia dengan mengunjungi tautan ini.

 


Yayasan TIFA bersama dengan mitra-mitranya berupaya melakukan kerja-kerja untuk mencapai peningkatan ekonomi dan pembangunan ekonomi yang inklusif, terutama di ranah implementasi kebijakan dan penciptaan lapangan kerja.

 

 

 

Bagikan artikel ini