
Pada, 9 Maret 2018, Australian National University (ANU) atas dukungan Yayasan Tifa menyelenggarakan konferensi publik “Cambodia on the Brink: Towards the 2018 Elections” di Canberra, Australia. Di dalam konferensi ini, para akademisi, masyarakat sipil, dan sejumlah politisi membahas kondisi demokrasi di Kamboja di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Hun Sen. Forum yang juga membicarakan berbagai kebijakan Perdana Menteri Hun Sen yang dinilai mencederai demokrasi ini dibuka oleh Rektor Australian National University Prof. Gareth Evans.
Prof. Gareth Evans yang pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Australia pada periode 1988-1996 memiliki peran penting dalam penyusunan rencana perdamaian PBB untuk Kamboja. Sejak keterlibatannya itu hingga kini, ia tetap lantang menyuarakan berbagai masalah terkait demokrasi dan hak asasi manusia di Kamboja.
Pada pidato pembukanya, Prof. Evans menceritakan proses negosiasi perdamaian yang dituangkan di dalam Perjanjian Perdamaian Paris Tahun 1991, di mana Australia memainkan peran yang signifikan, bekerja sama dengan Indonesia. Ia juga memaparkan sejumlah tantangan dalam pengimplementasian perjanjian perdamaian tersebut. Selain itu, Prof Evans juga memaparkan sejumlah kebijakan PM Hun Sen yang membawa Kamboja ke jurang kejatuhan demokrasi.
Baca selengkapnya pidato Prof. Gareth Evans yang dimuat di situs New Mandala dengan mengklik tautan ini.