Demokrasi di Kamboja Terancam, Apa Respon ASEAN?

Pada bulan Juli 2018 mendatang, Kamboja akan menyelenggarakan pemilihan umum. Sayangnya, pembatasan terhadap kebebasan politik justru menguat menjelang pelaksanaan pesta demokrasi di negara itu. Bahkan, pada November 2017, partai oposisi utama di Kamboja, Cambodia National Rescue Party (CNRP), dibubarkan oleh Mahkamah Agung Kamboja. Banyak pihak beranggapan, pembubaran CNRP dilakukan untuk memuluskan jalan Perdana Menteri Hun Sen untuk memperpanjang kekuasaannya.

Para pembicara membahas respon ASEAN terhadap masalah demokrasi di Kamboja. (Foto: Becky Gidley)

Untuk merespon kondisi demokrasi di Kamboja di bawah kepemimpinan Hun Sen yang kian memburuk, pada tanggal 9 Maret 2018, Australian National University (ANU) atas dukungan Yayasan Tifa menyelenggarakan konferensi publik “Cambodia on the Brink: Towards the 2018 Elections” di Canberra, Australia. Di dalam konferensi tersebut, secara umum, para pembicara yang terdiri dari akademisi, perwakilan masyarakat sipil, dan politisi membahas situasi Kamboja terkini dan kebijakan Hun Sen yang mengancam eksistensi demokrasi.

Dalam salah satu sesi, para pembicara, yaitu Rektor ANU Prof. Gareth Evans, Leng Thearith dari University of New South Wales, The Australian Defence Force Academy (UNSW ADFA), dan Direktur Human Rights Watch (HRW) Elaine Pearson, mendiskusikan peran yang dapat negara-negara ASEAN mainkan dalam merespon persoalan demokrasi di Kamboja.

Dengarkan pembahasan para panelis tersebut dengan mengunjungi tautan berikut ini.