Aksi Anti-Demokrasi Terhadap Mahasiswa Papua

Kelompok masyarakat yang mengatasnamakan diri sebagai Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) di Yogyakarta mengadakan aksi damai berupa long march bersama. Aksi damai ini dilakukan sebagai bentuk dukungan terhadap pengajuan ULMWP (United Liberation Movement for West Papua) menjadi anggota MSG (Melanesian Spearhead Group), sebuah lembaga non-pemerintah yang berisikan negara-negara melanesianyakni Fiji, Papua New Guinea, Solomon Islands dan Vanuatu, and the Kanak and Socialist National Liberation Front dari New Caledonia. Bulan Juni 2015, Indonesia masuk sebagai negara rekanan.

Konflik yang terjadi di Papua semakin mendapat perhatian kalangan masyarakat sipil di Indonesia hingga masyarakat internasional. Sayangnya, berbagai aksi damai dan demonstrasi oleh berbaia kelompok Papua acapkali ditanggapi dengan siap represif dan intimidasi dari pihak otoritas. Berbagai kalangan masyarakat yang  simpati terhadap gerakan tersebut pun turut menyatakan sikap dan dukungan terhadap aksi-aksi damai tersebut.

Berikut merupakan pernyataan sikap* dari Lembaga Bantuan Hukum Jakarta yang merupakan salah satu mitra Yayasan TIFA.


Rilis Pers

No.1330/SK/LBH/VII/2016

LBH Jakarta mengecam keras aksi brutal dan anti demokrasi yang dilakukan oleh aparat Kepolisian R.I. di asrama mahasiswa Papua, Yogyakarta – 15 Juli 2016.

Yogyakarta – Jumat, 15 Juli 2016, Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) berencana mengadakan long march dengan rute Asrama Mahasiswa Papua Kamasan I (Jl. Kusumanegara) sampai Titik Nol KM, pk 09.00 – selesai. Long March diadakan dalam rangka menyatakan dukungan pada ULMWP untuk menjadi anggota penuh MSG, dan memperjuangkan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis pada Papua Barat. Namun aksi damai ini mendapatkan ancaman dan represi dari aparat kepolisian dan kelompok reaksioner.

Indonesia jelas bukan negara kekuasaan melainkan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak asasi manusia (HAM), hal ini tegas dinyatakan dan dijamin oleh Konstitusi, serta dituangkan dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum. Menyatakan pendapat merupakan hak asasi setiap manusia, termasuk warga dan mahasiswa Papua. Tindakan aparat Kepolisian D.I.Y. Yogyakarta yang saat ini berada di bawah komando Kapolda Brigjen Pol. Prasta Wahyu Hidayat dengan mengepung asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta sebagai upaya mencegah dilaksanakannya long march, serta menyemprotkan gas air mata, menyita beberapa sepeda motor, melakukan penangkapan sewenang-wenang, melakukan pemukulan sebagai bentuk brutalitas dapat diduga sebagai tindakan penggerogotan negara hukum (Rule of Law) dan iklim demokrasi di Indonesia.

Tindakan kelompok masyarakat reaksioner dan main hukum sendiri yang sering kita sebut dengan vigilante dan dibiarkan oleh pihak Kepolisian, tindakan pembiaran inilah yang jelas-jelas merupakan wujud tidak berdayanya Kepolisian menegakkan negara hukum R.I. Kalimat-kalimat hatetspeech dan rasialis serta tindakan-tindakan intimidatif dengan menggunakan senjata tajam terhadap warga dan mahasiswa Papua jelas harus ditindak secara hukum. Namun sayangnya pihak Kepolisian lagi-lagi tidak melakukannya dan justru melakukan penyerangan dan tindakan melawan hukum terhadap kelompok mahasiswa Papua di asrama mahasiswa Papua di Yogyakarta. Polisi bukannya melindungi korban, malahan melegitimasi tindakan para vigilante dan memperparah dengan melakukan tindakan sewenang-wenang. Tindakan Kepolisian demikianlah yang justru meruntuhkan bangunan NKRI yang adalah negara hukum dan demokrasi yang menjunjung tinggi HAM.

Berdasarkan hal-hal tersebut kami LBH Jakarta sebagai bagian dari Gema Demokrasi (GEDOR) bersama dengan seluruh elemen Gema Demokrasi (GEDOR), menyerukan:

1. Presiden sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan memerintahakan Kepolisian dan TNI untuk menghentikan tindakan represif terhadap masyarakat dan mahasiswa Papua dan prodemokrasi Indonesia dimanapun;
2. Pemerintah dan aparat penegak hukum membuka ruang demokrasi seluas-luasnya bagi mahasiswa dan masyarakat Papua;
3. Gubernur DIY Sultan Hamengkubuwana X, untuk memberikan jaminan keamanan bagi mahasiswa Papua dalam melakukan aktifitas dan jaminan penghormatan, pemenuhan dan perlindungan HAM para mahasiswa Papua di Yogyakarta;
4. Kapolda D.I.Y. melakukan tindakan tegas terhadap aparat Kepolisian yang melakukan kekerasan dan kesewenang-wenangan;
5. Kapolda D.I.Y. untuk membubarkan pasukan aparat keamanan dan kelompok reaksioner dari asrama Papua Kamasan I Yogyakarta dan sekitarnya, yang mana saat ini masih terdapat 7 truk Kepolisian di belakang asrama, serta menghapuskan status wajib lapor bagi para warga/mahasiswa Papua yang saat ini sudah dilepaskan;
6. Pemerintah dan aparat penegak hukum menegakkan jaminan kebebasan berkumpul,berserikat,berekspresi, dan menyampaikan pendapat yang merupakan hak setiap Manusia tanpa terkecuali.

Demikian pernyataan sikap ini kami buat, atas perhatian kawan-kawan jurnalis yang telah membantu kami dalam meliuput pernyataan sikap ini, kami ucapkan terima kasih. Jabat erat!

Jakarta, 16 Juli 2016

Rilis ini juga bisa ditemukan lewat tautan berikut.

Hormat Kami,

LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) Jakarta, Mahasiswa Papua Se-Jawa-Bali dan GEMA DEMOKRASI (GEDOR)
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), Arus Pelangi, Belok Kiri Festival, Desantara, Federasi SEDAR, Federasi Mahasiswa Kerakyatan (FMK), Forum Solidaritas Yogya Damai (FSYD), Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA), Garda Papua, Gereja Komunitas Anugrah (GKA) Salemba, Gabungan Solidaritas Perjuangan Buruh (GSPB), Gusdurian, Institute for Criminal Justice Reform (IJCR), Imparsial, Indonesian Legal Roundtable (ILR), INFID, Institut Titian Perdamaian (ITP), Integritas Sumatera Barat, International People Tribunal (IPT) ‘65, Jaringan Kerja Lembaga Pelayanan Kristen (JKLPK) Indonesia, Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), KPO-PRP, komunalstensil, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Komite Perlindungan Jurnalis dan Kebebasan Berekspresi (KPJKB) Makassar, Komunitas Buruh Migran (KOBUMI) Hongkong, Konfederasi Pergerakan Rakyat Indonesia (KPRI), Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), LBH Pers, LBH Pers Ambon, LBH Pers Padang, LBH Bandung, LBH Yogya, LBH Semarang, Lembaga Informasi Perburuhan Sedane (LIPS), Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam), Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), Papua Itu Kita, Partai Pembebasan Rakyat (PPR), Partai Rakyat Pekerja (PRP), PEMBEBASAN, Perempuan Mahardhika, Perpustakaan Nemu Buku – Palu, Pergerakan Indonesia, Politik Rakyat, Pusat Perjuangan Rakyat Indonesia (PPRI), PULIH Area Aceh, PurpleCode Collective, Remotivi, Sanggar Bumi Tarung, Satjipto Rahardjo Institut (SRI), Serikat Jurnalis Untuk Keragaman (SEJUK), Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENET), Sentral Gerakan Mahasiswa Kerakyatan (SGMK), Sentral Gerakan Buruh Nasional (SGBN), Suara Bhinneka (Surbin) Medan, Serikat Kebudayaan Masyarakat Indonesia (SeBUMI), Serikat Buruh Bumi Manusia-Nanbu (SEBUMI-NANBU), Solidaritas.net, Taman Bacaan Kesiman, Ultimus, Yayasan Bhinneka Nusantara, Yayasan Satu Keadilan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Yayasan Manikaya Kauci, YouthProactive, Yayasan Kartoenbitjara Indonesia

Narahubung: Jefry Wenda 082398301013, Pratiwi Febry 081387400670

*Rilis ini merupakan pernyataan sikap dari mitra/rekan jaringan Yayasan TIFA. Isi di luar tanggung jawab Yayasan TIFA

Bagikan artikel ini