Senin, 10 Oktober 2016, sepertinya akan menjadi salah satu hari yang paling diingat oleh masyarakat Pegunungan Kendeng Utara, Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. Pasalnya, pada hari itu, rencana pembangunan pabrik semen oleh PT. Semen Indonesia di kawasan tersebut resmi batal setelah Mahkamah Agung memenangkan upaya peninjauan kembali (PK) gugatan warga Kendeng Utara.
Kemenangan itu tentu datang bukan tanpa perjuangan. Sebagian besar warga Pegunungan Kendeng Utara menolak dibangunnya pabrik semen sejak pertama kali rencana itu digaungkan. Tidak ketinggalan, para ibu pun turun ke jalan untuk melawan.
Warga Kendeng Utara menolak rencana pembangunan pabrik semen karena khawatir keberadaanya dapat merusak lingkungan yang selama ini telah memberikan penghidupan bagi mereka. Terlebih, warga merasa pemerintah setempat tidak pernah memberikan informasi dan sosialisasi yang cukup mengenai dampak keberadaan pabrik semen di lingkungan mereka.
Pada pertengahan tahun 2014, warga Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang melaksanakan aksi protes dengan tinggal secara bergantian di tenda-tenda di pintu masuk pabrik semen selama berbulan-bulan. Kehadiran mereka di sana untuk menghalangi laju kendaraan proyek pengangkut bahan bangunan yang lalu-lalang di wilayah itu.
Karena protes mereka belum juga didengar, pada April 2016, sembilan perempuan petani Pegunungan Kendeng datang ke Ibukota. Di depan Istana Merdeka, sembilan perempuan yang kini dijuluki para Kartini Kendeng itu memasung kaki mereka dengan semen selama dua hari sebagai bentuk penolakan terhadap rencana pembangunan pabrik tersebut.
Perlawanan warga Kendeng Utara tidak hanya terbatas pada aksi-aksi protes di jalan. Pada September 2014, warga menggugat PT. Semen Indonesia ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Semarang dengan didampingi oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang yang didukung oleh Yayasan Tifa. Sayangnya, gugatan tersebut ditolak, begitu pula dengan banding yang warga ajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Surabaya.
Namun warga pantang menyerah. Mereka kembali mengajukan upaya hukum peninjauan kembali (PK) atas keputusan PTUN Semarang dan PTTUN Surabaya tersebut kepada Mahkamah Agung (MA). Permohonan peninjauan kembali ini diajukan karena warga memiliki bukti baru berupa tiket pesawat, boarding pass, dan surat pernyataan terbang dari maskapai Garuda Indonesia atas nama Joko Prianto yang merupakan salah satu penggugat dalam perkara ini.
Dalam siaran persnya, Direktur LBH Semarang Andiyono mengungkapkan, Kepala Kecamatan Gunem, Kabupaten Rembang dalam keterangannya sebagai saksi di PTUN Semarang menyatakan bahwa Joko Purwanto sebagai perwakilan warga turut hadir dalam proses sosialisasi izin lingkungan pembangunan pabrik semen. Padahal, saat itu, tanggal 22 Juni 2013, Joko sedang melakukan perjalan dari Pontianak, Kalimantan Barat ke Jakarta.
Berdasarkan bukti baru ini, permohonan peninjauan kembali terhadap perkara tersebut pun dikabulkan oleh Mahkamah Agung dan diumumkan secara resmi pada 10 Oktober 2016. Menanggapi putusan MA tersebut, Andiyono mengatakan, merujuk pada ketentuan pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, putusan peninjauan kembali tidak bisa ditinjau kembali. “Maka konsekuensinya, putusan ini merupakan putusan akhir dan bersifat mengikat,” ujar Andiyono.
“Putusan ini harus dimaknai sebagai semangat untuk menjaga kelestarian lingkungan demi keberlanjutan kehidupan dan penghidupan. Tidak hanya masyarakat Rembang yang patut merayakan putusan ini, namun juga masyarakat, khususnya masyarakat Jawa Tengah. Dengan demikian, kami menekankan agar putusan Peninjauan Kembali ini dapat dihormati oleh semua pihak,” tandasnya.
Bukan Penolakan Emosional
Penasihat hukum masyarakat Kabupaten Rembang dari LBH Semarang Zainal Arifin mengatakan, penolakan atas proyek pembangunan pabrik semen tidak bersifat emosional, melainkan berdasarkan kajian ilmiah.
Berdasarkan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 22641 K/40/MEM/2014 tetang Penetapan Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo, Kawasan Bentang Alam Karst Sukolilo, Provinsi Jawa Tengah merupakan kawasan lindung geologi dan bagian dari kawasan lindung nasional. Kawasan tersebut ditetapkan sebagai cadar budaya geologi karena memiliki komponen geologi yang unik serta berfungsi sebagai pengatur alami air, tata air tanah dan perlu dilindungi keberadaanya untuk mencegah kerusakan dan menunjang pembangunan berkelanjutan.
Mengacu kepada putusan Mahkamah Agung dan Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tersebut di atas, tidak seharusnya pabrik semen dibangun di Pegunungan Kendeng. Artinya, sudah saatnya PT. Semen Indonesia hengkang.
Yayasan TIFA mendukung kerja-kerja mitra dalam melindungi dan menegakkan hak warga Indonesia serta menjunjung keadilan ekonomi dan sosial terutama kelompok miskin dan minoritas